Setiap tahun gue selalu mudik, tapi semenjak gue jadi
seorang pekerja, agenda mudik tiap tahun terkadang terlewatkan lantaran
karena cuti yang sedikit ataupun emang lagi ga pengen mudik. Emak gue
adalah seorang perantauan dan punya kampung di Klaten, Jawa Tengah
sedangkan bapak gue rantauan dari Padang. Kami lebih sering mudik ke
Klaten karena lebih dekat. Jadi, dulu waktu usia sekolah, setiap tahun
gue pasti ke kampung dan merasa sangat senang sebab gue jarang merasakan
jalan-jalan bareng keluarga selain mudik *sedih*
Gue
selalu naik kereta, ga pernah sekalipun naik bus apalagi pesawat. Waktu
gue masih kecil, ga ngerti gimana caranya beli tiket terus harganya
berapa gue jg ga ngerti. Tapi, gue akan membagi kenangan yang kiranya
masih terekam jelas d kepala gue tentang keadaan kereta Jawa jaman
Firaun masih jualan mendoan eh salah wkwk, maksudnya jaman sebelum
perusahaan seraksasa KAI ter-manage dengan baik.
Jadi
dulu, gue cuma tau beberapa nama kereta antar kota alias kereta Jawa.
Adapun yang gue tau adalah kereta Bengawan, Senja Utama dan Argo Bromo.
Bengawan kelas yang paling murah meriah diantara ketiga kereta tersebut dan yang selalu gue naikin kalo mudik dulu.
Selebihnya
gue baru naik sekali entah Senja Utama atau Argo Bromo, gue lupa
detailnya, karena yang paling kuingat adalah gue naiknya dari stasiun
Gambir dan turun di stasiun Yogyakarta, terkesan mevvah. Biasanya klo
Bengawan gue naik dari stasiun Tanah Abang turun di stasiun Klaten.
Kereta Bengawan itu menurut gue kereta yang legend dan penuh cerita suka maupun duka.
Sukanya,
gue bisa jalan-jalan, ketemu sodara, liat pemandangan di sepanjang
kereta itu adalah bagian terfavorit gue kalo naik kereta antar kota.
Jadi
waktu jaman baheula waktu gue masih pake celana cutbray, pake sendal
carvil plus rambut panjang belah tengah. Can you imagine that? Wkwk
Kereta Jawa kelas ekonomi desek-desekannya kayak apaan tau. Dulu
pembelian tiket ga dibatesin sama sekali, pihak KAI terus menerus
menjual tiket dan bodo amat sama penumpang yang udah sangat overload
seolah itu kereta mau meledak.
Disamping peminatnya sangat banyak dan harga tiketnya pun murah meriah
kereta kelas ekonomi Bengawan Jkt-Solo selalu menjadi incaran bagi pemudik saat lebaran.
Seinget
gue, dulu harganya 28.000 trus kalo anak-anak setengah harga. Trus
naik, jadi 36.000 dan yang terakhir gue inget harganya 60.000.
Bentuk
karcis ataupun tiket kereta Bengawan mirip kayak tiket wahana permainan
timezone gitu. Warnanya pink dan lebih tebal. Disitu tertera tulisan
nama kereta, jenis penumpang (Dewasa/Anak-anak) dan harga tiket. Itu
yang masih terpampang di otak gue.
Untuk nomor kursi tidak pernah ada, sebab penumpang bebas mau duduk dimana aja yang penting udah nge-tepin duluan.
Gimana cara supaya dapet tempat duduk?
Jadi,
kereta Bengawan pagi-pagi udah ngetem di stasiun Tanah Abang dan
berangkat sore hari, biasanya jam 5an tapi seringnya ngaret.
Sedari
pagi sudah banyak penumpang yang nge-tepin kursi (padahal kereta
jalannya sore). Biasanya penumpang bergantian dengan anggota keluarga
yang lain untuk menduduki tempat duduk tersebut biar ga diambil orang.
Sampai-sampai tidur pules disitu
Kalo
gue sih ga pernah ngalamin dari pagi ngetepin tempat duduk di kereta,
tapi yang pernah itu 2 abang gue. Mereka bergantian dari pagi nge-tepin
tempat duduk sampe sore. Dan ga tanggung-tanggung banyak juga penumpang
yang jauh-jauh kayak dari Manggarai, Jatinegara atau Bekasi ikutan
nge-tepin kursi. Jangankan sore pas kereta mau berangkat, siang hari aja
itu kereta udah penuh sama penumpang yang nge-tepin plus calo-calo
nackal.
Seperti yang gue
bilang tadi, tidak ada kata sold out untuk pembelian tiket kereta kelas
ekonomi. Loket tetap menjual apalagi calo juga bertebaran dan kalopun
ga beli tiket juga bukan jadi permasalahan yang besar karena nanti kalo
keciduk petugas karcis ga bakal disuruh turun malah bisa langsung bayar
tiketnya sama dia
Kereta
Bengawan dahulu berangkatnya dari stasiun Tanah Abang kalo sekarang kan
di Pasar Senen dan kereta selalu berhenti di setiap stasiun, jadi tetap
mengangkut penumpang dari stasiun manapun walau kereta udah padat
banget.
Suatu hari gue pernah menyaksikan, kereta
Bengawan gue berhenti di stasiun Manggarai, banyak penumpang yang mau
naik sementara kereta udah padat dan banyak yang menggelesor di lantai
maupun toilet *miris*
Keadaan
pintu kereta sengaja ditutup sama penumpang yang didalam dengan maksud
ga ada yang masuk lagi karena udah ga muat. Tapi, yang diluar maksa
masuk sampe akhirnya pada mecahin jendela biar bisa masuk dari jendela
Anarki
banget kan. Bagi pemudik mungkin mikirnya yang penting bisa kebawa
sampe Jawa walaupun desak-desakan didalam. Apalagi dulu belum eksis yang
namanya POLSUSKA (Polisi Khusus Kereta Api) jadi dari pihak KAI pun
tidak ada respon apa-apa menanggapi kejadian tersebut.
Melihat
kejadian itu selagi usia bocah, anehnya gue ga merasa takut ataupun
khawatir bahkan sampai menangis. Padahal kejadian tersebut cukup menjadi
sorotan media/portal berita.
Hawa di dalam kereta
itu sangat engap dan panas, boro-boro AC kipas angin aja ga ada.
Mungkin itu salah satu alasan kenapa kereta Bengawan berangkatnya malam
hari, karena bisa dibayangin panasnya kayak apaan tau kalo berangkatnya
pagi atau siang, bisa-bisa kayak ayam diungkep. Wkwk..
Duka
lainnya, kalo kereta berhenti di stasiun lama sekali, paling lama
adalah pemberhentian di stasiun Cirebon sampai 2 jam. Penumpang bisa
keluar dari kereta untuk sekedar menghirup udara segar, buang air,
makan, ngopi atau merokok. Suasanapun berganti menjadi sangat ramai oleh
pedagang keliling, yang seenak jidatnya langkahin kepala orang yang
duduk di lorong lantai. Hebatnya, kalaupun sampai keinjek orang masih
memaklumi dan ga ngomel.
Belum lagi, bocah-bocah yang terbangun dari tidurnya karena atmosfer menjadi pengap lantaran kereta berhenti sangat lama.
Aku
adalah anak yang manis, tak pernah ngambek pun menangis karena nasib
perjalanan yang dirasa jauh dari kata menyenangkan. Dipikiranku hanya
satu, besok pagi-pagi suasana akan berubah, sorot mataku akan menembus
jendela dengan pemandangan ciamik sambil minum susu/teh panas yang
dibeli ibuku. Belum lagi ketika sampai stasiun, aku tak sabar naik
delman menuju rumah mbah, main ke sawah, dibonceng sepeda, ngejar-ngejar
anak ayam sampai mainan tanah. Seorang anak kecil yang polos kan
Perjalanan
menuju Klaten dengan Bengawan sedikit melegakan karena bisa nge-tepin
kursi sebelum kereta berangkat. Berbeda dengan perjalanan menuju
Jakarta.
Sudah bisa dipastikan kami, tidak dapat
kursi dan harus rela duduk di lorong kereta dengan beralaskan tas besar
atau koran. *konflik dimulai*
Itu semua karena kami
naik dari stasiun Klaten, yang notabene-nya sudah melewati beberapa
stasiun karena kereta Bengawan menuju Jakarta berangkat dari stasiun
Solo. Ada opsi lain untuk naik kereta Progo (kalo ga salah). Kereta
tersebut berangkat dari stasiun Lempuyangan, tentunya jarak dari
kampungku ke stasiun lumayan jauh. Jadi, kami hampir selalu pasrah
jikalau pulang ke Jakarta. Rela berdesakan dan memaksa masuk ke dalam
kereta.
Pernah sesekali
kami naik kereta Progo dari Lempuyangan. Dari stasiun Klaten, lanjut
naik Pramex (Prambanan Express) ==> adalah kereta lokal sejenis KRL.
Waktu
itu saat gue udh usia SMA kalo ga salah, ada aturan dari KAI yang
menyediakan gerbong khusus lansia/ibu hamil/menyusui sebanyak 1-2
gerbong. Ibuku bisa dikatakan lansia, jadi gue lapor ke petugas supaya
ibu gue bisa dapet duduk di gerbong itu. Eh rupanya, udah lumayan penuh
kursinya. Tapi, ibuku dapat spot untuk duduk dikursi, lumayan sekali dan
senangnya kami boleh bergabung tapi duduk dilorong gerbong. Saat itu,
kami berempat. Gue, adek, ibu dan tetangga yg sebaya sm adek gue.
Kebetulan di ikut kami mudik. Dia sebut saja Mawar (bukan nama
sebenarnya),yang postur tubuhnya tinggi dan berisi alias montok. Gue
jadi punya ide cemerlang, karena saat itu yang boleh duduk dikursi hanya
lansia, ibu hamil/menyusui. Gue bisik-bisik dong ke dia untuk belaga
hamil supaya dapet kursi dan nanti gantian duduk kalo misalkan capek. Eh
delalahnya, dia mau dan langsung akting hamil pas ada petugas KAI
lewat. Berhasil, dikasihlah kursi, tinggalah gue berdua sama adek
gelesor dilorong cyint.
Pas
lagi asik-asik duduk, dia datengin gue dan bilang kalo yang duduk
disamping adalah guru PPL yang pernah magang di sekolah. Aseli ngakak
banget kan, karmanya langsung dibayar kontan
Karena
doi malu akhirnya gabung lagi duduk bareng kami berdua. Itu adalah
salah satu momen yang sangat mengesankan dan ga bisa dilupain.
Ada
lagi sih kejadian temen gue kepergok merokok sama Polplsuska dan
diturunin di stasiun pemberhentian berikutnya. Itu pernah gue ceritain
di blog gue sebelumnya.
Back
to the topic, pada awal Juli kemarin gue naik kereta Bengawan ke Klaten
dan kembali ke Jakarta naik Gaya Baru Malam Selatan. Perjalanan gue
mudik kali ini berbeda dari sebelumnya karena gue solo traveler gitu
deh. Yang biasanya bareng keluarga atau temen gue memilih jadi soloist
karena gue lagi pengen mengenang-enang jaman jahiliya per-kerataapi-an
di Indonesia.
Gue mesti bolak-balik ngecek
aplikasi pemesanan tiket buat dapetin tiket kereta dambaan gue, yaitu
Bengawan. Tapi sayangnya, gue naik yang lain tak apalah masih sekelas
ekonomi juga.
Gimana ga jadi inceran warga kota yang pengrn mudik sepanjang Jawa, wong 74ribu rupiah sudah bisa mental sampe Jawa Tengah kok.
Keadaan
perkereta-api-an Indonesia sekarang makin canggih, keretanya pun bersih
dan nyaman. Dengan harga under 100ribu gue udh dapat fasilitas kursi
yang ga bakal direbut orang lagi kayak waktu dulu, kereta yang ber-AC
serta toilet yang tersedia air, tissu serta sabun.
Cukup
memuaskan dengan KAI yang sekarang. Awal mula jaman perubahan agak
kasian sih sama orang-orang tua yang notabene-nya ga ngerti cara memesan
tiket online. Tapi, KAI masih ngasih kebijakan untuk menjual tiket
secara offline maupun di minimarket. Hal yang berkurang dan dirasa cukup
menyedihkan, para pedagang kaki lima yang sudah tidak bisa berjualan
lagi di dalam kereta. Semoga bapak/ibu pedagang keliling di kereta
mendapatkan cara lain untuk dijadikan mata pencahariannya. Aamiin.
Memang gue lebih sering naik Bengawan kalo ke Jawa Tengah, tapi ada beberapa kereta yang pernah gue naikin selain itu.
1. Progo (Opsi kalo ga dapet Bengawan)
2. Senja Utama Solo (Opsi kalo tiket kelas ekonomi udah pada a
3. Matarmaja ( kereta idaman para pendaki Semeru )
4. Majapahit
5.Argo Bromo (naik sekali-kalinya doang jaman rambut gue masih pake poni)
6. Jaka Tingkir.
7. Gaya Baru Malam Selatan
8. Dan lupa lagi euy...
Menurut
kacamata gue, kereta ekonomi dan eksekutif perbedaannya ga terlalu
signifikan. So, gue menjadikan kereta kelas eksekutif sebagai opsi lain
misal kehabisan kereta ekonomi.
Kalo sekarang udah ada kelas
Luxury. Nah, ini gue pengen banget cobain naik kereta ini. Next time,
gue bakalan coba kenyamanan dari kereta elite ini. If you have a minute,
why don't we go? *modus*
Terima
kasih KAI yang telah mewarnai perjalanan jauh ku. Sungguh ku telah
bergantung pada kenyamanan dan ketepatan waktu perjalanan dari keretamu
ketimbang naik bus ketika jamannya mudik bisa menghabiskan dua hari dua
malem.
Semoga semakin jaya perkereta-api-an Indonesia dan banyak-banyak buka lowongan kerja yaa